.

Selasa, 15 Oktober 2013

MAKALAH PUASA



PUASA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Setudi Fikih
Dosen Pembimbing : Drs. M.Muhsin





SETAIN PONOROGO
Di susun oleh:
Andre Wibowo (210213288)
MUAMALAH
TAHUN PELAJARAN
2013/2014




KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Puasa”. Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah STUDI FIQIH.
            Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian makalah ini, terutama kepada bapak Drs. M. Muhsin selaku dosen pengampu serta teman-teman semua.
            Penyusun menyadari keterbatasan  sebagai manusia. Makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh sebab itu penyusun berharap kritik dan saran yang sifatnya membangun guna perbaikan makalah ini. Akhir kata semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.



Ponorogo, 13 Oktober 2013


                                                                                                                                       Penulis









BAB I
A.    PENDAHULUAN
Setiap umat Islan memiliki kewajiban dan larangan, dan Shiyam atau Puasa adalah salah satu kewajiban yang harus dilakukan umat Islam diseluruh penjuru dunia namun ada juga Puasa yang sifatnya sunnah, bahkan ada juga hari dimana diharamkan untuk berpuasa.
Syiam atau Puasa melambangkan kontrol diri karena puasa bermakna menahan diri dari makan, minum, dan menahan hawa nafsu dari terbitnya matahari sampai Maghrib.  Puasa juga mengandung hikmah selain melakukan kewajinan kita juga mendapat jesehatan jasmani, merasa selalu diamati oleh Allah SWT.
Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun islam yang salah satunya ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam yang keempat. Karena puasa itu termasuk rukun islam jadi, semua umat islam wajib melaksanakannya namun pada kenyataannya banyak umat islam yang tidak melaksanakannya, karena apa? Itu semua karena mereka tidak mengetahui manfaat dan hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga masih banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana menjalankan puasa dengan baik dan benar.
Banyak orang-orang yang melakasanakan puasa hanya sekedar melaksanakan, tanpa mengetahui syarat sahnya puasa dan hal-hal yang membatalkan puasa. Hasilnya,pada saat mereka berpuasa mereka hanyalah mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala.






 BAB II
Pembahasan

1.    Pengertian Shiyam atau Puasa
Shiyam atau Puasa menurut arti bahasa bermakna: “menahan diri dai sesuatu dan meninggalkan sesuatu”. Menurut arti istilah syara’ yang dimaksud shiyam adalah: “menahan diri dari makan,minum dan bersenang – senang dengan istri, mulai dari fajar hingga maghrib, karena mengharap ridla Allah SWT dan menyiapkan diri untuk bertakwa kepada-Nya,dengan jalan memperhatikan Allah SWT dan dengan mendidik bermacam kehendak”. Sedang dari ulama lain membatasi shiyam dengan batasan/ta’rif:”menahan diri dari makan minum dan bersenang” dengan istri serta lainnya sepanjang hari menurut cara yang di isyaratkan. Disetai pula dengan menahan diri dari perkataan yangsia-sia, perkataan yang merangsang, perkataan yang diharamkan,dimakruhkan menurut syarat yang telah ditetapkan dan waktu yang telah ditentukan.[1]
Dalam Al-qur’an juga telah diterangkan salah satunya dalam surat Al-baqarah ayat 183:
2:183
 “Hai orang2 yang beriman, diwajibkan bagimu berpuasa, sebagaimana telah diwajibkan pada orang2 sebelum kamu. Mudah2an kamu bertakwa” (Al -Baqarah:183)







2.        Rukun  Puasa
Þ  Niat
Niat adalah keinginan dalam hati untuk berpuasa karena ingin menjalankan perintah Allah SWT dan mendekat kepada-Nya. Hal ini berdasarkan Firman Allah SWT:
98:5          
 “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”. (QS: Al-Bayyinah Ayat: 5)
Menrut pendapat ulama mazhab Hanafi dan Syafi’i, serta jumhur ulama adalah wajib hukumnya berniat pada setiap malam[2]

Þ  Meninggalakan sesuatu yang membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga
terbenam matahari[3] Batas awal waktu menahan diri adalalah setelah fajar, berdasarkan dalil sbb: Rasulullah saw  bersabda: “makan dan minumlah sampai Ibnu Umu Maktum menyeru. Sesungguhnya dia tidak menyeru hingga terbit fajar.” (­HR Bukhari dan Ibnu Majah).
3.      Syarat wajib puasa
   1)    Islam
 Orang kafir tidak berkewajiban berpuasa, karena puasa adalah suatu ibadah sedangkan orang kafir bukanlah ahli ibadah, karenanya tidak berkewajiban berpuasa. Kalau orang kafir berpuasa maka puasanya tidak sah
   2)    Berakal
 Orang gila tidak wajib berpuasa
   3)    Baligh
 Orang yang sudah berusia 15 tahun (qamariah) atau telah ada tanda-tanda baligh yang lain, seperti keluar mani bagi laki-laki, atau keluar darah haid bagi perempuan yang berumur sekurang-kurangnya sembilan tahun (qamariah). Maka anak-anak tidak wajib berpuasa.
   4)    Mampu berpuasa
Orang yang lemah karena terlalu tua atau sakit yang dapat membawa madarat pada dirinya dengan sebab berpuasa, maka tidak diwajibkan berpuasa baginya.
   5)      Orang yang mukim atau menetap.
Pengesahan ini didasarkan juga pada Ayat 184 Al-baqarah yang menyatakan bahwa orang yang sedang musafir diperkenankan untuk tidak berpuasa.[4]
   6)      Orang yang tidak sedang Masturbasi atau bernifas
Orang yang tidak sedang Masturbasi atau bernifas tidak sah mengerjakan puasa[5]
­­­­­­
4.      Puasa Fardhu
a.       Puasa Ramadlan
Ramadlan jamaknya ramadhan atau armidha, maknanya sangat terik atau yang panas karena terik matahari.[6] Ibadah puasa Ramadlan merupakan satu diantara lima rukun Islam yang diwajibkan Allah SWT pada tahun kedua hijriah. Dalam sejarahnya ibadah puasa ini bukan suatu ketentuan baru yang ditemukan dalam ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw, tapi ibadah ini sudah diwajibkan pula pada zaman Nabi-nabi Allah sebelum Nabi Muhammad saw, seperti Nabi Nuh, Dawud, Sulaiman, Ayub, Ibrahim, Yusuf, Musa, dan isa as.[7]
Cara menawali atau mengakhiri bulan Puasa:[8]
©      Dengan melihat bulan (ru’yatul hilal) yang dipersaksikan oleh seorang yang adil dimuka Bumi
©      Dengan mencukupkan bulan sya’ban 30 hari, maksudnya bulan tanggal sya’ban itu dilahat. Tetapi kalau bulan pada tanggal 1 Sya’ban tidak terlihat, tentu kita tidak dapat menentukan hitungan, maka haus disempurnakan menjadi 30 hari.
©      Dengan kabar mutawatir, yaitu kabar orang banyak sehingga mustahil mereka akan sepakat berdusta atau sekata atas kabar yang dusta.
©      Dengan Ilmu hisab atau kabar dari ahli hisab (ilmu bintang)
Mengenai penetapan awal Ramadlan dan awal Syawal/Idul Fitri dikalangan fuqaha terdapat dua aliran, yaitu pertama aliran yang berpegang pada matla’ ( tempat terbitnya fajar dan terbenamnya matahari). Aliran ini ditikihi oleh imam syafi’i dan kedua aliran yang tidak berpegang pada matla’ ( jumhur fuqaha ) untuk mewujudkan ukhuah islamiah, komisi fatwa MUI mengambil kesimpulan agar dalam penetapan awal ramadlan dan awal syawal/Idul fitri berpeoman pada pendapat jumhur, sehingga rakyat wang terjadi di swatu Negara Islam dapat diberlakukan secara internasional (belaku bagi Negar-negara islam yang lain). Hal ini memerlukan kesempatan untuk membentuk lembaga yang berstatus sebagai “Qadi internasional’ yang dipatuhi dipatuhi oleh seluruh negara negara Islam. Sebelum itu, berlakulah ketetapan memerintah masing-masing.[9]  
Adapun tujuan diwajubkan nya umat Islam untuk menjalankan ibadah puasa pada bulan Ramadlan adalah agar terbentuk sosok manusia yang berkualitas taqwa, yaitu manusia yang dengan tulus ihlas memasrahkan seluruh hidupnya di atas kemauan Allah semata-mata.
b.      Puasa kifarat
Puasa kifarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya dihapuskan [10]
c.     Puasa Nazar
Puasa nazar adalah orang yang bernazar puasa karena mengiginkan sesuatu, maka ia wajib puasa setelah yang diinginkannya itu tercapai, dan apabila puasa nazar itu tidak dilaksanakannya maka ia berdosa dan ia dikenakan denda / kifarat .
Misalnya bernazar untuk lulus keperguruan tinggi, maka ia wajib melaksanakan puasa nazar tersebut apabila ia berhasil.[11]

5.      Puasa sunnah
v  Puasa Syawal
puasa syawal ialah puasa yang setelah tanggal 1 syawal sebanyak 6 hari. Puasa ini dapat dilakukan secara berturut – turut atau dapat juga dilakukan tidak secara berturut – turut [12]
v  Puasa Senin-Kamis
Puasa senin kamis dituntunkan Rasululloh saw untuk dijadikan amalan sunnah oleh umatnya. Aisyah berkata, “ Rasulullah saw selalu berupaya berpuasa pada hari sanin dan   
v  Puasa Spuluh Hari Pertama Dibulan Dzulhijjah
Puasa pada spuluh hari pertama dari bulan Dzulhijjah sebagaimana yang diriwayatkan Ibnu Abbas ra bahwa Rasululah saw bersapda, “ tudak ada amal yang dalakukan pada hari-hari lain yang lebih baik daripada sepuluh hari ini.” Para sahabat bertanya “tidak pula jihad?” beliau menjawab “tidak pula jihad, kecuali seorang laki-laki yang keluar dengan jiwa dan hartanya lalu ia tidak  pulang dengan membawa apapun.” [13]
v  Puasa Arafah
Puasa Arafah ialah puasa sunah yang di tuntunkan Rasulullah untuk dapat ditunaikan setiap mislim yang tidak sedang melakukan ibadah Haji[14].  Yaitu pada hari ke-9 bulan Dzuhijjah. Keutamaan: “akan dihapuskan dosa-dosa pada tahun lalu dan dosa-dosa pada tahun yang akan datang” (HR. Muslim). Yang dimaksud dengan dosa-dosa di sini adalah khusus untuk dosa-dosa kecil, karena dosa besar hanya bisa dihapus dengan jalan bertaubat.
v  Puasa Asyura
Hari Asyura adalah hari ke-10 dari bulan Muharrom. Nabi saw memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada hari Asyura ini dan mengiringinya dengan puasa 1 hari sebelum atau sesudahnhya. Puasa Asyura ini memeng sudah dijadikan amalan oleh umat sebelum umat Rasulullah saw. Dan dalam hadist-hadist lain diterangkan bahwa Puasa Asyura adalah puasa yang biasa dilakukan oleh bani Isail( Bangsa Yahudi) sebagai rasa syukur kepada Allahkarena atas pertolongan-Nya Nabi Musa dan bani Israil selamat dari ancaman musuh (Fir’aun)[15] 
v  Puasa Sya’ban
Disunnahkan memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban untuk mengikuti perbuatan rasulullah saw, dimana beliau selalu berpuasa dalam bulan tersebut kecuali beberapa hari saja beliau berbuka. Sementara dalam riwayat Muslim dikataka, “Aku tidak pernah melihat Nabi saw berpuasa dalam satu bulan melebihi banyaknya puasa yang beliau lakukan pada bulan sya’ban. Kadang beliau berpuasa pada bulan sya’ban sebulan penuh dan kadang hanya beberapa hari saja beliau berbuka pada bulan itu.”[16]
v  Puasa Putih ( Shiyamul-bidl)
Puasa Putih ( Shiyamul-bidl) ialah puasa yang dilaksanakan pada tanggal 13, 14 dan 15 bulan Qomariah. Dan karena puasa sunnah ini dilaksanakan pada tanggal-tanggal terang bulan, oleh kana iti ia sering disebut juga puasa putih atau peasa terang.[17]
v  Puasa Daud
Puasa Daud ialah puasa yang dahulu pernah dilakukan oleh Nabi Daud as, yang dilaksanakan sehari puasa dan sehari berbuka. Halini dituntunkan Rasulullah bagi siapapun yang dapat melakukannya.[18]

6.        Puasa Yang Diharamkan
Ø  Berpuasa Pada Dua Hari Raya
Nabi saw melarang umat islam puasa pada dua hari raya, baik idul fitri ( 1 Syawal ) maupun idul adha ( 10 Dzulhijjah ). hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oeh imam bukhori dan muslim, disebutkan bahwa: “sesumgguhnya nabi muhammad saw melarang berpuasa di dua hari, hari raya idul fitri dan idul adha”.
Ø  Berpuasa Pada  Hari Tasyrik
yaitu tiga hari pada tanggal 11,12,13 dzul hijjah. Hal ini didasarkan pada hadits yang diriwayatkan oeh imam muslim, dari nubaisyah al-hudzaili ra, ia berkata bahwa nabi muhammad saw bersabda: “hari taysrik itu adalah hari makan, minum dan menyebutkan nama Allah swt[19]
Ø  Puaswa Dahr (Puasa Sepanjang Masa)
Puasa dahr adalah puasa sepanjang tahun/puasa sepanjang masa. Puasa ini dilarang oleh syara' karena diantaranya bersamaan waktunya dengan hari-hari yang diharamkan berpuasa, seperti hari raya idul fitri, idul adha, serta hari tasyrik[20]
Ø  Puasa Seorang Istri Yang Suaminya Tidak Mengizinkannya
Seorang istri yang melakukan puasa sunnah tanpa seizin suami, dan memang suami tidak mengizinkannya maka puasa tersebut dianggap tidak sah, dan hukumnya haram.[21]


Ø  Puasa hari jum’ah
Hari jum’ah adalah hari raya bagi kaum muslimin, dan oleh karena itu Rosulullah saw melarang seseorang yang melaksanakan puasa khusus hari jum’ah saja.[22]

7.      Sesuatu Yang Membatalkan Puasa
Hal yabg membatalkan puasa diantaranya:[23]
·         Makan dan minum sebelum Magrib tiba
·         Merokok dan menghisap harumnya bau Makanan dengan sengaja
·          Muntah yang telah mengeluarkan benda-benda yang telah masuk kedalam perut
·         Melakukan hubungan suami istri sejak dimulainya Puasa sampai sebelum Magrib
·         Haid ketika sedang berpuasa, sampai suci kembali perempuan dilarang Puasa, demikian pula perempuan yang sedang nifas



BAB III
Penutup
1.      Kesimpulan
Puasa adalah menahan diri dari segala sesuatu yang dapat membatalkannya seperti makan, minum, serta hawa nafsu dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan berdasarkan niat,  mematuhi syarat dan rukunnya selain itu dapat mengetahui puasa ada yang wajib dan ada yang sunnah. Puasa yang wajib jika dikerjakan mendapat pahala dan apabila tidak dikerjakan akan berdosa. Sedangkan puasa sunnah jika dikerjakan mendapat pahala dan jika tidak dikerjakan tidak berdosa. Jadi apabila kita mengerjakan kedua perintah puasa tersebut akan mendapat pahala namun ada pula hari yang diharamkan untuk berpuasa. Banyak hal yang dapat membatalkan puasa diantaranya hawa Nafsu, makan dan minum dengan disengaja dll. Oleh karena itu Allah SWT menyarankan orang berpuasa untuk mematuhi syarat-syarat wajib puasa dan rukun puasa.



[1] Drs. Mustafa Kamal Pasha, B.Ed, Fikih Islam, ( Yogyakarta: citra karsa mandiri, 2003).  133
[2] Ayub Hassan muhammad, Puasadan I’tikaf Dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004). 29
[3]  Labib Mz, Problematika Puasa, Zakat, Haji Dan Umrah,( Surabaya: Putra Jaya, 2007). 8
[4] Drs. Mustafa Kamal Pasha, B.Ed, Fikih Islam, ( Yogyakarta: citra karsa mandiri, 2003). 143
[5] Ibid, 144
[6] Efri El-Bakar - Uup Gufron, Tuntunan Puasa Ramadhan, ( Cibubur: PT. Variapap Groub, 2009). 21
[7] Ibid, 134
[8] Asy’ari, pendidikan agama islam 5, ( semarang: aneka ilmu 2007), 88
[9] Ma’ruf Amin, et all, Himpunan Fatwa MUI ( jakarta: Erlangga, 2011), 138
[12] Drs. Mustafa Kamal Pasha, B.Ed, Fikih Islam, ( Yogyakarta: citra karsa mandiri, 2003). 162 - 163
[13] Habibi Alif, Risalah puasa,( jombang: darul hikmah, 2009). 10 – 11
[14] Drs. Mustafa Kamal Pasha, B.Ed, Fikih Islam, ( Yogyakarta: citra karsa mandiri, 2003). 164
[15] Ibid. 165
[16] Habibi Alif, Risalah puasa,( jombang: darul hikmah, 2009). 13
[17] Drs. Mustafa Kamal Pasha, B.Ed, Fikih Islam, ( Yogyakarta: citra karsa mandiri, 2003). 166
[18] Ibid. 167
[19] Labib Mz, Problematika Puasa, Zakat, Haji Dan Umrah,( Surabaya: Putra Jaya, 2007). 19-20
[20] Ayub Hassan muhammad, Puasadan I’tikaf Dalam Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2004). 39
[21] Drs. Mustafa Kamal Pasha, B.Ed, Fikih Islam, ( Yogyakarta: citra karsa mandiri, 2003). 169
[22] Ibid. 169
[23] Abdul Hamid dan Ahmad Saebani, Fiqih Ibadah, ( Bandung: CV pustaka setia, 2009).  245

Tidak ada komentar:

Posting Komentar